Sabtu, 14 Maret 2009

Hari Yang Menguras Emosi

Nuraniku menangis.Dan semuanya berawal dari sebuah peristiwa yang terjadi di tempat pekerjaanku. Sebenarnya hari ini aku mulai dengan cukup menyenangkan. Aku bangun sekitar jam 5, setelah beberapa hari yang lalu aku merasakan kecapean yang sangat, pagi ini aku terbangun dengan perasaan yang segar dan siap menghadapi aktivitas kerja. Aku memulai hari dengan senyum dan semangat yang menyala. I thought this could be a beautiful day to run.

Aku berangkat kerja agak kesiangan karena godaan untuk mengganggu tidur Cherryl. Mukanya yang polos ketika tertidur lelap, membuat aku tidak tahan untuk menciumnya sampai dia terbangun dan menangis karena aku gangguin. Barulah setelah dia tertidur lagi, aku berangkat menuju tempat kerja. Itu sekitar jam 7:10. Aku beruntung karena store yang aku pegang sekarang jaraknya sudah lebih dekat. Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai ke tujuan. Itu pun nyetirnya santai banget. Jalanan yang lengang di hari Sabtu, adalah alasan yang sangat baik untuk menikmati perjalanan ke kantor.

Sampai di kantor aku mengecek untuk beberapa saat semua administrasi dan pencapaian sales hari kemaren. Kemudian sekitar jam 8:15, aku mengadakan pre-shift meeting dengan karyawan yang kemudian langsung diikuti dengan membuat PPIC dan MPCS (Rencana/Target hari ini). Semuanya adalah rutinitas yang biasa aku lakukan pada saat jaga shift pagi. Just another day at work.

Sampai saat masuk business hours-pun semuanya masih berjalan lancar. Customer yang cukup ramai, dan intensitas kerja yang lebih tinggi pada saat week-end tidak dapat mengganggu indahnya hari ini. Aku tetap dapat menikmati hari ini.

Sampai akhirnya keindahan hari ini harus berakhir ketika aku mendengar tangisan seorang anak kecil di ruang dining. Saat itu aku berada di back up section. Tangisan tersebut sangat kencang, sehingga cukup kencang untuk membuat aku mencari tahu ada apa gerangan anak tersebut menangis.

Aku keluar menuju ruang dining. Disana sudah banyak customerku yang sedang menyantap makanan. Suara tangisan yang kencang tidak menyulitkanku untuk mencari tahu darimana sumbernya berasal. Ternyata tangisan tersebut berasal dari seorang anak yang berusia sekitar 3 tahunan yang sedang disuapi makan oleh ibunya yang berusia kira-kira sekitar 30-an tahun, tapi tidak mungkin lebih dari 40.

Anak tersebut rewel tidak mau disuapi makan oleh ibunya. Seketika aku teringat Cherryl yang punya "penyakit" sama. Tanpa sadar aku tersenyum membayangkan Cherryl. Tetapi senyum tersebut berganti kekagetan yang luar biasa ketika aku dengan mata kepalaku sendiri melihat wanita tersebut mengemplang kepala anaknya. Dan kemplangan tersebut adalah kemplangan yang keras sehingga membuat tubuh si anak doyong ke samping. Tangisan si anak semakin keras dan pilu. Dan wanita itu semakin kalap dan menampar bibir si anak, sehingga kali ini si anak terhuyung ke belakang. Untung kursi yang diduduki si anak mempunyai sandaran, sehingga si anak tidak terjengkang ke belakang. Ternyata hal tersebut tidak membuat wanita tersebut puas. Ketika si anak masih tidak bisa diam, dia menyiramkan air mineral ke tubuh anaknya dan itu diikuti dengan mencubit dengan keras (benar-benar keras) pipi si anak.
Anak itu menjerit sangat keras. Aku berjalan ke arah mereka dan berdiri lebih kurang 1 meter dari meja mereka. Aku berharap wanita tersebut punya sedikit rasa malu dan menghentikan perbuatannya terhadap anak tersebut. Tetapi harapanku tidak terkabul. Ketika si anak tidak kunjung bisa disuapi, wanita tersebut kembali menampar mulut anak malang tersebut dan menyerapahinya.

MY GOD!!

Dengan cara apa wanita tersebut dibesarkan dan dididik sehingga sampai punya hati menyiksa anak tersebut? Peristiwa apa yang terjadi di masa lalunya yang membuat dia kehilangan rasa keibuan dan manusiawinya? Ibu macam apa yang tega menyiksa anak yang (kalau anak kandungnya) dikandungnya selama 9 bulan dengan penuh perjuangan? Tidakkah dia sadar bahwa perbuatannya itu berpengaruh kepada kesehatan psikologi anaknya? Tidakkah dia menyadari bahwa apa yang dia lakukan telah merobek harga diri dan mempengaruhi masa depan anaknya? DUNIA MACAM APA INI?

Aku marah. Aku menatap ke arah wanita tersebut dan sama sekali tidak menyembunyikan emosi dan perasaan ketidaksukaanku kepadanya. Wanita itu balas memandangku. Kami hanya saling berpandangan selama sekitar 10 detik. Jelas sekali kami saling tidak menyukai. Aku sudah bersiap untuk menjawab setiap ucapan yang keluar dari mulut serapah dan penuh kebencian itu. Aku tidak peduli lagi. Aku sadar aku masih in charge, dan aku seharusnya menghargai semua customer yang datang. Tetapi perbuatan wanita tersebut adalah sesuatu yang tidak pantas untuk dihargai. Dan dia harus diberi pelajaran.

Wanita itu mengalihkan pandangannya dariku dan kembali menatap penuh kebencian kepada anak malang tersebut. Dia kembali mengeluarkan sumpah serapah kepada si anak, namun kali ini tanpa diikuti oleh penyiksaan fisik. Dan setelah melempar nasi ke arah wajah anak itu, wanita jahanam tersebut berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah belakangku menuju wastafel.

Si anak menangis keras karena mengira ibunya pergi meninggalkannya. Seketika dia menuruni kursinya, memungut sandalnya, dan melangkahkan kaki kecilnya berlari ke arah yang berlawanan dengan ibunya (ke arah luar restoran / ke arah eskalator). Wanita tersebut mengetahui anaknya berlari mencarinya ke arah yang salah, namun dia hanya mendiamkan.
Aku berlari mengejar anak tersebut, karena khawatir dia terjatuh dieskalator. Aku segera menggendongnya dan memberitahukannya bahwa ibunya ada di wastafel. Baju dan celananya basah kuyup karena siraman ibunya. Anak itu menatapku dengan wajah penuh ketakutan akan ditinggal ibunya. Untuk pertama kalinya aku bisa melihat wajahnya yang sangat tidak berdaya. Hatiku terenyuh. Aku bahkan dapat merasakan detak jantungnya berdetak sangat kencang didadaku. Aku berusaha menenangkannya dan mengusap-usap rambutnya.
Wanita tersebut menghampiri kami. Dan aku melepaskan anak tersebut dari gendonganku. Dengan kasar wanita tersebut menarik anak itu dan berjalan ke arah luar restoran. Aku memandang mereka menghilang di eskalator. Doa kupanjatkan untuk anak tersebut.

Setelah mereka menghilang aku mendengar beberapa orang customer yang kebetulan melihat "aksi" wanita tersebut berkomentar. Beberapa diantaranya berbicara kepadaku. Tetapi pikiranku saat itu masih kepada anak tersebut. Dan setelah sedikit berbasa-basi, aku meninggalkan mereka dan berjalan ke arah gudang dry goods. Aku tidak tahu apa yang menuntunku menuju ke sana.
Sesampainya di gudang, aku mendapati diriku sarat dengan emosi. Ada perasaan muak dan gerah. Ada perasaan marah dan geram melihat apa yang telah dilakukan wanita tersebut yang sudah terlanjur aku anggap bukan manusia lagi. Ada perasaan menyesal, seharusnya aku bisa berbuat lebih banyak untuk anak tersebut. Dan ada perasaan sedih yang mendalam mengingat apa lagi yang akan terjadi terhadap anak tersebut. Dadaku sakit. Aku menangis.
Sekarang, saat aku membuat tulisan ini, 10 jam setelah kejadian tersebut, aku masih dapat merasakan emosi ini.

Tuhan, tolong jaga anak tersebut dalam lindunganMU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar