Rabu, 18 Februari 2009

Pelajaran Dari Seorang Profesor

Sekitar 3 hari yang lalu aku mendapat SMS dari salah satu dosen pembimbingku. Isinya menyarankan aku untuk segera menyelesaikan tesisku yang sudah tertunda selama 2 tahun. Ini adalah kali ke sekian dari orang-orang yang concern padaku untuk menyarankan hal yang serupa. Persis satu hari sebelum SMS itu aku terima, istriku juga sudah menanyakan kelanjutan dari studi yang sudah aku ambil sejak tahun 2005 tersebut. Dia bilang orang tuanya (mertuaku) juga menanyakan kapan aku diwisuda. Bahkan beberapa teman dalam beberapa kesempatan juga menanyakan hal yang sama, walau pun terkesan basa-basi.

Setahun yang lalu, dosen tersebut juga mengirimkan SMS yang sama. Bahkan beliau langsung meneleponku dan menawarkan bantuan atas kesulitan yang aku hadapi (sesuai tugasnya sebagai dosen pembimbing). Sebenarnya sudah beberapa kali aku menemui beliau untuk berkonsultasi mengenai tesis yang sedang aku kerjakan, dan dalam hal ini beliau cukup membantu sesuai dengan kapasitasnya.

Pada awal pengajuan proposal tesis, sebenarnya aku sudah diingatkan oleh dosen pembimbing yang lain bahwa masalah yang akan aku teliti (berdasarkan judul tesis yang aku buat) tidak akan bisa untuk dibuktikan. Pengalamannya sebagai seorang dosen dengan gelar profesor menyarankan aku untuk mengganti judul. Tetapi pada saat itu aku bersikeras tetap akan melanjutkan penelitian sesuai dengan proposal yang aku ajukan. Terjadi sedikit argumentasi dengan sang profesor. Saat itu alasan yang aku berikan kepada profesor tersebut adalah bahwa sudah ada 2 penelitian terdahulu mengenai hal ini, dan mereka ternyata bisa membuktikannya. Penelitian terdahulu tersebut dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor perhubungan dan sektor telekomunikasi. Sementara penelitian yang akan aku lakukan adalah di perusahaan tempat aku bekerja (bergerak di bidang jasa restoran). Profesor yang sudah berumur lebih dari 60 tahun tersebut memberikan pandangannya tentang proposal penelitian tersebut dengan bahasa teknis dan ilmiah yang sebenarnya sudah aku pelajari, tetapi masih tidak aku mengerti. Sang profesor tetap menyarankan untuk mengganti judul sebagaimana aku tetap bersikeras untuk tidak. Profesor tersebut akhirnya mengalah dan sambil tersenyum (serta mengangkat bahu) beliau akhirnya menandatangani persetujuan atas proposal tesisku.

Saat itu aku merasa menang. Ada sedikit rasa bangga karena aku bisa mengalahkan seorang profesor dalam suatu debat yang sudah menjadi bidangnya.

Tapi rasa bangga tersebut tidak berlangsung lama. Pada saat memasuki bab pembahasan, aku baru menyadari bahwa data yang aku gunakan kurang mencukupi untuk diolah karena hanya menggunakan satu sampel perusahaan saja. Dibutuhkan beberapa sampel perusahaan sejenis agar data dapat diolah. Padahal aku sudah menggunakan program statistik pengolah data terbaru pada saat itu. Dan jika aku harus menambahkan sampel beberapa perusahaan sejenis, itu berarti aku harus mengganti judul penelitian, seperti yang pernah disarankan sang profesor.

Aku merasa ditampar. Tiada muka untuk bertemu dengan profesor itu lagi. Aku malu. Praktis sejak saat itu aku tidak pernah menemui beliau lagi untuk berkonsultasi mengenai bab pembahasan. Beliau telah memberiku pelajaran dengan cara mengalah.

Tetapi bukankah seseorang akan bertambah bijak dari kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan?

Aku akan belajar dari hal ini. Waktu setahun rasanya telah cukup untuk menyembunyikan rasa maluku. Dalam waktu dekat aku akan berusaha untuk mencari judul lain yang sama sekali baru. Tetapi sebagai langkah awal, aku akan mencoba untuk menemui profesor (yang aku hormati 7 zaman) tersebut dan mengakui kesalahan dan kegagalanku. Aku percaya, beliau akan tetap menerimaku dan membimbingku. Moga-moga judul penelitianku yang baru dapat segera beliau tandatangani dengan tersenyum lagi dan tentunya tanpa mengangkat bahu. Dan aku berkeinginan untuk tetap melihat senyum itu pada saat beliau melantikku pada acara wisuda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar